Pada 21 Mei 2024, saya bertanya kepada mahasiswa saya sebelum perkuliahan dimulai: “21 Mei itu hari apa?” Seorang mahasiswa menjawab: “Hari Rabu, Pak”. Mahasiswa lainnya berkata: “Hari kebangkitan nasional, Pak”. Mahasiswa dalam kelas pagi itu kebanyakannya hanya diam. Saya terdiam sejenak mendengar respon mahasiswa saya itu.
Percakapan barusan menunjukkan bahwa anak muda sekarang, khususnya Generasi Z, tidak tahu tentang peristiwa sangat penting Reformasi 1998 yang menentukan Indonesia pada hari ini dan mendatang. Jika mahasiswa saja yang mewakili generasi muda dengan pendidikan tinggi tidak tahu soal Reformasi 1998, maka bagaimana dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah? Ini tampaknya mengonfirmasi tulisan di BBC News Indonesia yang melaporkan generasi yang lahir setelah 1998 tidak tahu peristiwa bersejarah pada Mei 1998.
Ini sungguh menyedihkan sekaligus alarm bahaya yang mesti menjadi perhatian semua pihak di negeri ini. Apa bahayanya bila anak bangsa ini, khususnya anak muda, tidak memiliki kesadaran terhadap sejarah yang menentukan bangsa ini seperti reformasi 1998? Lalu, apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi ketidaksadaran sejarah ini?
Bahaya Ketidaksadaran Sejarah
Sejarah bukan sekadar kumpulan tanggal dan peristiwa, melainkan alat yang kuat yang membentuk identitas, nilai, dan masa depan suatu bangsa. Bagi Indonesia, gerakan Reformasi tahun 1998 menandai titik penting yang membawa era baru demokrasi, kebebasan, dan keadilan sosial setelah beberapa dekade pemerintahan otoriter di bawah rezim Orde Baru Presiden Soeharto.
Reformasi 1998 membentuk Indonesia sekarang dan akan menentukan Indonesia masa depan. Bila Milenial dan Gen Z kurang memiliki kesadaran sejarah akan peristiwa sangat penting ini, maka ini dapat menimbulkan bahaya signifikan bagi struktur sosial, politik, dan budaya negara di masa sekarang dan masa depan.
Pertama, bahaya utama dari ketidaksadaran sejarah adalah potensi pengulangan kesalahan masa lalu. Otoritarianisme, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia yang menandai rezim Soeharto adalah pelajaran kritis untuk masa kini dan masa depan. Tanpa memahami jebakan sejarah ini, generasi muda mungkin tidak mengenali tanda-tanda awal otoritarianisme atau korupsi dalam pemerintahan kontemporer, yang dapat menyebabkan kemunduran dalam praktik demokrasi. Ini persis seperti quote terkenal yang berbunyi: Those who do not remember the past are condemned to repeat it”.
Kedua, demokrasi berkembang dengan partisipasi aktif dan warga negara yang terinformasi. Ketidaksadaran sejarah dapat menyebabkan apati politik dan ketidakpedulian di kalangan pemuda. Jika Milenial dan Gen Z tidak memahami pentingnya peran mereka dalam proses demokrasi, partisipasi dalam pemilu mungkin menurun, dan keterlibatan sipil bisa berkurang. Ketidakpedulian ini dapat melemahkan institusi demokrasi dan membuat sistem politik lebih rentan terhadap manipulasi dan kecenderungan otoriter.
Ketiga, pengetahuan sejarah sangat penting untuk melestarikan identitas budaya dan nasional. Gerakan Reformasi adalah bukti ketahanan dan kemampuan Indonesia untuk berubah. Tanpa pemahaman tentang momen-momen penting seperti itu, generasi muda mungkin mengalami keterputusan budaya, kehilangan kontak dengan nilai-nilai dan pengalaman yang membentuk masyarakat mereka. Kehilangan ini dapat menyebabkan identitas nasional yang terfragmentasi, melemahkan kohesi sosial yang diperlukan untuk masyarakat yang stabil dan sejahtera.
Keempat, terakhir, perjuangan untuk keadilan sosial masih berlangsung, dan kesadaran sejarah memainkan peran penting dalam perjuangan ini. Jika generasi muda tidak menyadari ketidakadilan masa lalu dan upaya untuk mengatasinya, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami pentingnya melanjutkan advokasi untuk komunitas yang terpinggirkan. Kurangnya kesadaran ini dapat merusak kemajuan menuju masyarakat yang lebih adil karena pelajaran sejarah tentang ketidaksetaraan dan ketidakadilan tetap tidak dihiraukan.
Strategi untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah
Sekarang, bagaimana cara mengatasi ketidaksadaran sejarah di kalangan generasi muda bangsa ini, khususnya tentang Reformasi 1998? Tentu banyak jawaban bisa diberikan. Setidaknya, beberapa strategi bisa dikemukakan di sini dan didorong untuk diwujudkan oleh banyak pihak.
Pertama, mengintegrasikan sejarah dalam pendidikan. Kurikulum pendidikan di sekolah dan kampus harus dirancang untuk mencakup pelajaran yang komprehensif dan menarik tentang peristiwa sejarah penting seperti Reformasi. Perlu lebih banyak materi interaktif, cerita pribadi, dan sumber-sumber primer dapat membuat sejarah lebih relevan dan berdampak bagi siswa dan mahasiswa. Guru dan dosen yang memiliki kesadaran sejarah kuat di samping penguasaan teknik mengajar yang baik perlu diperbanyak di sekolah dan kampus.
Kedua, memanfaatkan media digital. Di era digital, media sosial dan platform online dapat menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan kesadaran sejarah. Membuat konten yang menarik tentang Reformasi 1998, seperti video, podcast, dan situs web interaktif, dapat menarik minat Milenial dan Gen Z, menjadikan sejarah lebih mudah diakses dan menarik. Pihak pemerintah mesti menjadi motor penggerak bagi upaya ini mengingat mereka yang paling banyak memiliki sumber daya dan kewenangan.
Ketiga, peringatan dan acara publik dengan cara anak muda. Menyelenggarakan acara publik, seminar, dan pertunjukan budaya pada tanggal-tanggal sejarah penting dengan cara anak muda dapat memberikan kesempatan bagi kaum muda untuk belajar tentang dan merenungkan sejarah mereka. Peringatan gerakan Reformasi, dengan melibatkan partisipasi pemuda, dapat membantu menanamkan rasa hormat dan pemahaman atas pengorbanan yang dilakukan untuk demokrasi Indonesia.
Sejarah gerakan Reformasi 1998 adalah bagian vital dari identitas nasional dan fondasi demokrasi Indonesia. Bagi Milenial dan Gen Z, memahami sejarah ini sangat penting untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi, keadilan sosial, dan persatuan nasional. Ketidaksadaran sejarah menimbulkan bahaya signifikan, termasuk pengulangan kesalahan masa lalu, melemahnya keterlibatan demokratis, kehilangan identitas budaya, dan merusak upaya keadilan sosial.
Penting untuk secara aktif melibatkan generasi muda dengan sejarah bangsa melalui pendidikan, media digital, dan acara publik untuk membangun masyarakat yang lebih terinformasi, kohesif, dan tangguh. Dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa warisan Reformasi terus menginspirasi dan memandu masa depannya. “The more you know about the past, the better you are prepared for the future”, kata Thedore Roosevelt.
Asep Muhamad Iqbal, Centre for Asian Social Science Research, FISIP UIN Bandung
Source: https://jabar.nu.or.id/