
Bandung (8/10/2025) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan Stadium Generale Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 dengan tema “Kondisi Demokrasi Indonesia: Kenyataan Sekarang dan Harapan 2045”. Kegiatan berlangsung di Aula Anwar Musaddad UIN Bandung. Kuliah umum ini menghadirkan narasumber utama Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D. seorang Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia.
Acara dibuka dengan sambutan dari Dekan FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Ahmad Ali Nurdin, M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, beliau mengajak dosen dan mahasiswa untuk aktif mengikuti kegiatan akademik seperti seminar, karena menjadi bagian penting dari tanggung jawab akademik. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah hadir dalam kegiatan penting ini.
Selanjutnya, Dr. Asep Muhamad Iqbal, M.A., Ph.D. selaku moderator membuka sesi dengan pengantar bahwa Indonesia telah memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan sejak lama. Berdasarkan data tahun 2024, indeks demokrasi Indonesia tergolong cukup baik, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan ke depan.
Membaca Regresi Demokrasi dan Otoritarianisme Kompetitif
Dalam pemaparannya, Prof. Burhanuddin menyoroti fenomena democratic backsliding atau kemunduran demokrasi yang tengah melanda berbagai negara, termasuk Indonesia. Ia menggambarkan situasi ini melalui perbandingan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Negara yang menjunjung demokrasi seperti Korea Selatan terbukti lebih makmur, sedangkan negara yang otoriter justru tertinggal secara ekonomi.
Beliau menekankan pentingnya kepemimpinan yang taat konstitusi dengan pesan kuat: “Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang taat pada konstitusi.”
Selain itu, dua pendekatan demokrasi turut dibahas, yaitu Pluralist Democracy (Robert Dahl) dan Elitist Democracy (Schumpeter), yang menggambarkan dinamika kompetisi dan keterlibatan elit dalam sistem demokrasi.
Narasumber juga mengulas perbedaan antara partisipasi politik konvensional dan non-konvensional. Bentuk konvensional mencakup Pemilu dan proses legal lainnya, sementara bentuk non-konvensional seperti demonstrasi atau petisi menjadi ruang alternatif bagi masyarakat menyuarakan aspirasi.
Menutup materi, narasumber menyampaikan sebuah metafora “Demokrasi hari ini sedang mendung”, beliau menegaskan bahwa sistem demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan serius dan membutuhkan perhatian bersama.
Suara Mahasiswa dan Harapan untuk 2045
Dalam sesi diskusi, berjalan interaktif dengan beragam pertanyaan dari peserta. Febrian Nugraha, mahasiswa Ilmu Politik menyampaikan pandangan kritis bahwa demokrasi Indonesia saat ini masih bersifat prosedural dan belum mencapai substansi sejati seperti kebebasan, keadilan, dan partisipasi yang bermakna.
Pertanyaan berikutnya datang dari Siti Juniar, yang menanyakan langkah kecil apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memperkuat demokrasi. Prof. Burhanuddin menyarankan mahasiswa agar meningkatkan literasi politik, aktif dalam organisasi kampus, memanfaatkan media sosial untuk edukasi politik, serta menjadi pemilih cerdas yang menolak politik uang dan identitas.
Sementara itu, Iqbal menanyakan cara membangun platform politik yang kuat. Narasumber menjelaskan bahwa partai politik harus berlandaskan ideologi yang jelas, konsisten, dan dijalankan melalui kaderisasi serius serta program nyata yang mewakili aspirasi rakyat. Konsistensi antara visi partai dan praktik politik menjadi kunci membangun kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Menutup dengan Optimisme
Seminar ditutup dengan harapan agar seluruh peserta dapat berkontribusi memperkuat fondasi demokrasi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Kegiatan ini sekaligus menegaskan komitmen FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam membangun tradisi akademik yang kritis dan progresif melalui ruang-ruang diskusi ilmiah.
Penulis: Muhammad Ravy Nugraha
Editor: Siti Nurul Azizah