Selamat Datang Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung!

3 Akademisi UIN Bandung Kaji Kabinet Prabowo-Gibran dari Perspektif Sosiologi hingga Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Forum Dosen FISIP Seri ke-25 (FDF #25) bertajuk ‘Kabinet Prabowo-Gibran: Dinamika Sosial, Struktur Birokrasi, dan Manuver Politik’ di Aula FISIP, Rabu (30/10/2024).

Forum ini menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya: Dosen Jurusan Sosiologi Dr. Hamzah Turmudi, M.Si, Dosen Jurusan Administrasi Publik Dr. Fajar Tri Sakti, M.Si dan Dosen Jurusan Ilmu Politik Iqbal Reza Satria, S.H., M.I.P.

Dalam forum yang dihadiri oleh dosen dan mahasiswa ini, dibahas berbagai aspek terkait kabinet baru pemerintahan Prabowo-Gibran dari perspektif sosiologis, administrasi publik dan ilmu politik dan dampaknya terhadap kehidupan sosial, sistem birokrasi, dan lanskap politik Indonesia.

Direktur Centre for Asian Social Science Research (CASSR), Asep Muhamad Iqbal, PhD dalam laporannya menyampaikan bahwa diskusi bertema “Kabinet Prabowo-Gibran: Dinamika Sosial, Struktur Birokrasi, dan Manuver Politik” ini bisa dikaji dari perspektif Sosiologi, Administrasi Publik dan Ilmu Politik.

“Ini merupakan bagian dari upaya FISIP UIN Bandung melangkah untuk lebih fokus ke arah peningkatan kualitas FISIP UIN Bandung dari segi analisis akademik atas isu-isu aktual agar lebih dikenali oleh masyarakat Indonesia secara nasional,” tegasnya.

Jamaludin dalam sambutannya mejelaskan tentang pentingnya diskusi ini untuk meningkatkan kontribusi pemikiran para dosen menanggapi isu dinamika kabinet saat ini.

Ia mengatakan, forum ini diadakan sebagai respons akademik terhadap dinamika politik terbaru dalam pembentukan kabinet Merah Putih di Indonesia yang berada di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

“Dengan menghadirkan tema yang relevan dan mendalam, FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung memberikan ruang bagi para peserta untuk menggali dan mengkritisi arah kebijakan serta dampak potensial dari pemerintahan baru ini terhadap masyarakat luas,” jelasnya.

Dalam forum ini, setiap pembicara memberikan perspektif kritis mereka terkait pembentukan kabinet Prabowo-Gibran, struktur birokrasi yang diterapkan, serta berbagai manuver politik yang kemungkinan akan memengaruhi dinamika politik Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Dari perspektif sosiologi, Dr. Hamzah menyoroti terbentuknya kabinet merah putih karena adanya interaksi sosial yang membentu relasi dan simbol sosial. Menurutnya, sosiologi membahas habitus sebagai hal yang melekat pada individu dan habitus ini dipengaruhi latar belakang individu tersebut. Misalnya, Prabowo dengan latar belakangnya dari militer, keluarga pengusaha dan pendidikan tinggi memiliki modal simbolik yang mempengaruhinya membentuk kabinet yang juga berlatar belakang militer, pengusaha dan pendidik. Pemilihan anggota kabinet dipengaruhi oleh habitus Prabowo.

Ia menyebut bahwa Prabowo-Gibran masing masing memiliki modal sosial dan modal simbolik sebagai mekanisme dominasi dan legitimasi. Dengan modal sosial, aktor memiliki kemampuan untuk membangun jaringan dominasi, sedangkan modal simbolik memberikan legitimasi atau pembenaran moral atas posisi mereka.

“Ini menghasilkan mekanisme dominasi yang sulit digoyahkan karena sudah diterima secara sosial dan dianggap sah oleh banyak pihak. Terbentuknya struktur baru Kabinet Merah Putih dihadapkan pada tantangan untuk mereformasi birokrasi yang telah lama didominasi oleh patronase politik dan budaya paternalistik,” bebernya.

Kemudian, dari perspektif Administrasi Publik, Dr Fajar menuturkan bahwa Kabinet Merah Putih ini diharapkan mampu menjalankan tugas kelembagaannya dengan baik dan memastikan bahwa kebijakan publik yang dibuat benar-benar selaras dengan kebutuhan masyarakat serta prinsip tata kelola yang baik.

“Kabinet Merah Putih seharusnya mempertahankan jumlah kabinet sesuai dengan kebutuhan. Bertambahnya jumlah kabinet saat ini dipengaruhi adanya koalisi besar (Koalisi Indonesia Maju) yang mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Hal-hal yang penting dibenahi dalam kabinet ini adalah kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran dengan target-target kinerja yang jelas dan terukur,” tuturnya

Selanjutnya, dari perspektif Ilmu Politik, Iqbal Reza menyoroti bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Prabowo-Gibran yang di atas 80% sesuai dengan lembaga-lembaga survei dipengaruhi oleh janji kampanye yang populis seperti kenaikan gaji ASN, program makan gratis, dan program rumah murah. Selain itu, dipengaruhi adanya kepercayaan stabilitas politik dan keamanan negara jika dipimpin Prabowo serta adanya dukungan dari pemerintahan sebelumnya (Jokowi).

Besarnya jumlah susunan kabinet saat ini, kata dia, diharapkan dapat mendukung perbaikan pelayanan publik. Kabinet merah putih meliputi 48 menteri, 55 wakil menteri, 7 utusan khusus dan 7 penasihat khusus. “Sisi plus kabinet gemuk ini adalah stabilitas politik dan fokus program kerja, namun minusnya adalah besarnya anggaran negara dan potensi konflik internal. Kabinet Merah Putih diharapkan dapat bekerja lebih efektif, efisien, dan mampu memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Secara keseluruhan, kabinet Prabowo-Gibran diharapkan dapat merespons tantangan dalam ketiga aspek ini melalui kebijakan yang bijaksana, membangun koalisi yang kuat, dan mempertahankan kepercayaan publik melalui langkah-langkah yang transparan dan inklusif.

Dengan terselenggaranya forum ini, FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung berharap dapat menjadi wadah diskusi akademik yang konstruktif dan memberikan wawasan yang lebih dalam bagi mahasiswa serta masyarakat umum tentang perkembangan politik Indonesia.

Penulis : Akhmad Baihaqi Arsyad

Scroll to Top